ONE NIGHT NEWS - Tiga ibu dengan anak penyidap cerebral palsy meminta pemerintah untuk memberikan pengobatan alternatif ganja medis bagi mereka yang membutuhkan, begitu banyak penelitian belum dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.


Jika ada hal positif dari penolakan permohonan peninjauan kembali terkait pengesahan ganja medis oleh Mahkamah Konstitusi pada 20 Juli adalah permintaan majelis hakim untuk pemerintah segera melakukan penelitian dan studi mendalam tentang efektivitas ganja.


Meski dalam persidangan, para pemohon memberikan berbagai bukti dan saksi ahli dari berbagai negara terkait ganja untuk kesehatan , sembilan hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa mereka masih yakin bahwa pemerintah Indonesia belum selesai.


Diharapkan hasil kajian ini dapat dijadikan bahan pembuat kebijakan, alias DPR untuk merevisi UU Narkotika.

Setelah Mendengar keputusan ini, Koalisi Advokasi Narkotika untuk meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera bertindak atas keputusan tersebut.

 

Koalisi tersebut terdiri dari beberapa asosiasi publik seperti Lembaga Reformasi Peradilan Pidana , LBH Rumah Cemara dan Lingkar Ganja Nusantara.

 

MK menekankan kata ‘segera’ pada putusannya.

 

Artinya seharusnya tidak ada lagi penundaan dan ketidakpastian dari pihak pemerintah dalam melakukan penelitian obat untuk kesehatan.

 

Pemerintah juga dapat merujuk pada penelitian lain di luar negeri maupun yang diterbitkan oleh badan-badan PBB, seperti studi 2019 dari Komite Ahli Penyalahgunaan Narkoba, yang menjadi dasar rekomendasi untuk perubahan golongan dan penggunaan ganja untuk tujuan kesehatan di Komisi Narkotika ," kata koalisi. Pada saat jam putusan Mahkamah Konstitusi.

 

Selain mempercepat penelitian, para pemohon - Dwi Pertiwi, Santi Warastuti dan Nafia Muharyanti - meminta untuk memberikan solusi jangka pendek kepada orang tua dari penderita cerebral palsy saat penelitian sedang berlangsung.

 

“Sebenarnya  solusi untuk penelitian jadi obat kan waktunya enggak sebentar ya, sedangkan orang tua dengan anak-anak berkebutuhan khusus dikejar oleh waktu. Sambil menunggu penelitian , pemerintah punya cara lain untuk kami, jalan keluar untuk merawat anak-anak kami,” kata Santi. Apalagi menurut keterangan ketiga pemohon, yang ada saat ini dianggap tidak membantu kesehatan anak korban.


Dwi menyoroti hilangnya peran negara dalam masalah ini.

“Apa yang saya rasakan ketika saya mengkonsumsi sangat membantu. Ketika ini tidak dapat digunakan, apa solusinya?Bagaimana kita bisa menenangkan anak-anak kita?Misalnya, di Australia, 70% peralatan bertahan hidup yang dibantu .Misalnya kalau beli kursi roda harga Rp100 juta, kita dapat Rp 30 juta, kata Dwi dalam konferensi pers. Ia menyayangkan di Indonesia bukan hanya pemerintah tidak membantu tetapi memperburuk keadaan dengan mempersulit akses salah satu obat yang selama ini berhasil membantu anak-anaknya.

 

Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara, Dhira Narayana mendesak hal yang sama. Mengingat bola kini di tangan pemerintah, YSN meminta pemerintah segera memberikan izin penelitian narkotika golongan I karena penelitian akan menentukan langkah dan kebijakan yang mencakup penggunaan ganja medis. Kuasa hukum pemohon Erasmus Napitupulu meminta pemerintah agar serius untuk menjalankan seruan MK.

Beberapa saat yang lalu Wakil Presiden dan Menteri Kesehatan berbicara dan mendukung penelitian, sekarang saatnya untuk memastikan suara itu bukan jargon.

"Kemarin mereka membicarakannya panjang lebar.

Timeline-nya gimana ?

Kira-kira habis ini apa ?

Jika penelitian dilakukan oleh pemerintah atau swasta dan memberikan hasil yang positif, apa yang terjadi selanjutnya? Kita harus mendesak kapan penelitian dilakukan dan dilaksanakan,” ujar Erasmus saat konferensi pers, Rabu (20/7).

 

Dalam teks putusannya , hakim MK memberikan catatan tambahan yang tidak serta merta menutup kemungkinan legalisasi ganja di kemudian hari.Salah satu amanat hakim MK perlunya pemerintah dan DPR RI merevisi UU Narkotika.Karena jika tidak ada revisi, penelitian tentang manfaat medis ganja akan selalu terhambat di dalam negeri.

 

Mahkamah Konstitusi telah mengakui bahwa saat ini ada tekanan publik agar ganja medis menjadi terapi alternatif, setidaknya sehingga dapat dipelajari lebih bebas oleh semua pihak, tetapi masih bertentangan dengan pasal UU Narkotika.

 

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta lembaganya menerbitkan izin ganja medis dalam waktu dekat. Dengan izin ini, penelitian tentang ganja medis bisa dimulai.Hasil pencarian lebih lanjut akan menunjukkan jika ada legalisasi ganja medis di Indonesia.

“Langkah pertama harus riset, ini digunakan untuk layanan atau produk medis apa.Kalau penelitian ini sudah terbit, mungkin nanti, tapi khusus diproduksi untuk tenaga medis,” kata Budi Sadikin pada 26 Juni.